At
my sweet home, 0:46 Wib, 10 Juli 2012
Pertengahan
Mei, menjadi musim semi yang
paling indah dihatiku Ji. Meski aku tahu di Kota ini
kita tidak pernah mengenal musim itu dan hanya mengenal musim panas. Tapi, menatap
wajahmu semua musim berubah teduh menyejukan.
Aaaaaakh, senyumu, Ji. Membuat hatiku
berfatwa aku
menyukaimu sejak awal pertemuan malam itu.
Dan di antara 13 anak tangga dan 14 Mei. Aku menyukaimu,
tanpa harus ku kenal siapa dirimu.
Sial bukan????
Betapa tidak, tanpa usaha apa pun, kau
sudah memenangkan hatiku.
CUKUP, Ji.
Mata mu sifit
namun sorotnya tajam, rahangmu kekar namun terasa halus dengan senyum hangat yang kau tawarkan.
Bibirmu indah sedikit tipis memerah
dengan hiasan tailalat di bawah bibir kirimu. Akh, kamu begitu sempurna Ji. Sempurna bukan dari fisikmu, tapi aku
mampu menilai hadirmu melebihi lelaki manapun yang jauh lebih indah yang pernah kulihat di
pelataran sudut Kota ini.
Kota yang
beberapa tahun kedepan akan menjadi persinggahanku untuk mewujudkan mimpi
masa kecilku. Mimpi yang mendorongku untuk siap tinggal jauh dari pengawasan
kedua orangtuaku. Kota yang memisahkanku dengan nyala lampu patromak dan wajah
cantik artis ibu kota yang kulihat suram dilayar televisi hitam putih milik
tetangga.
Kota yang akan
membuktikan, aku bukan lagi gadis lugu yang hanya bisa di pingit di rumah
dengan segala aturan kolot kebiasaan keluargaku. Kota yang akan membebaskanku
berteman dengan laki-laki manapun yang kusukai dan tentunya baik untukku.
Termasuk mengenalmu, Ji.
Dan seiring
berjalannya waktu, aku semakin tahu banyak tentangmu. Tentang keluargamu yang
harmonis, yang kadang membuatku iri. Keluarga yang penuh kedamaian yang tak
pernah kudapatkan dirumahkku. Tentang Sifatmu yang lembut penuh kasih. Tentang
tingkahmu yang penyabar. Semua slide
tentangmu membuatku terjatuh dalam pesonamu. Ku sadari,diri ini bukan lagi
sekedar menyukaimu. Ada perasaan lebih bersarang di hatiku, Ji. Aku
mencintaimu, aku mencintaimu.
Terlalu cepatkah ku ikrarkan hati ini
untuk mencintaimu????
Ji, tak
kusalahkan diri ini jika akhirnya aku jatuh hati kepadamu. Terlebih kau selalu
mengistimewakanku. Menyayangiku, memperlakukanku penuh kasih. Perlakuan seorang
lelaki yang tak pernah kulihat dimata lelaki manapun. Sorot matamu penuh cinta,
Ji. Mungkinkah aku kegeeran. TIDAK.
Aku merasa kau juga mencintaiku, Ji. Kau
membalas cintaku.
Aku tahu terlalu cepat kuputuskan hatiku untuk
sepenuhnya dimilikimu, Ji. Aku tak mengerti dan takan ku pahami. Semua berjalan
semaunya tanpa kendali.
Lalu sebuah kecupanmu
membekas dalam dikeningku, Ji.
Hingga, waktu menunjukan semua, kamu
memilih hatiku. Dan menyelipkan namaku dalam setiap doa mu, untuk TUHAN restui.
Kamu anggap aku tulang rusukmu yang
sudah TUHAN persiapkan untukmu. Benarkah kamu tulang rusukku itu, seperti janji-janji
yang kamu ucapkan
padaku. Entahlah. Kita bukan Tuhan, yang
bisa mengabulkan semua keinginan. Kita hanya manusia, Ji.
Kadang aku
hanya dibuat senyum, dengan khayalan indah kita tentang sebuah keluarga.
Keluarga yang kelak akan menghiasi rumah mungil
penuh cinta. Keluarga yang akan membuat keriangan di hari tua kedua
oarngtua kita. Keluarga yang akan melahirkan pangeran dan bidadari yang
memanggil kita ayah-bunda. Akh, ini terlalu jauh, Ji.
Tapi, itulah
yang selalu kita ukir disetiap duduk berdua. Menatap langit cerah penuh tawa.
Angan kita membumbung tinggi, melayang sesuka hati di bawa awan putih. Perlahan
kau rapatkan dudukmu disampingku, memeluku erat. Dan matahari hanya menyeringai
menatap kita yang kasmaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar