Senin, 06 Agustus 2012

Luka di Ujung Desember :'(

Aku hampir sampai pada dermaga yang melabuhkan hasratku untuk meninggalkanmu. Meninggalkan jalan terjal yang dulu pernah kita lewati bersama asa dan mimpi. Meninggalkan rinai indah, bulir hujan di ujung Desember. Aku hampir bergegas mengepak sayap menuju Januari yang menyisakan musim dingin, dan aroma tubuhmu. Aku hendak terbang melewati wangi cinta yang kau taburkan pada relung jiwaku. Namun, kudekap waktu dan kubisikan lirih padamu. “Aku berat melepas setiap detik waktu tanpa memikirkanmu”. Dan angin di laut pun bergemuruh penuh kekhusuan, menyanyikan khayalan indah akan diriku yang selalu mencintaimu. Tak kupedulikan senja yang mengolok rindu yang mendera batinku. Kuurai tawa dan tangisku diatas pasir putih yang kau bawakan malam itu. Terseret gelombang dan terbawa pada buih. “Bersabarlah, aku akan tetap menyayangimu,” tuturmu lirih ,mendarat menembus dinding kebekuan hati. Membuat aku tetap bertahan dan berharap semua akan segera kumiliki seutuhnya. Namun semua itu hanya berkali menyakiti perasaanku yang semakin dalam kepadamu. Sikapmu yang tidak bisa memilih antara aku dan dia membuat aku semakin jauh dari kepastian. Namun, pernakah kau peduli sedikit saja terhadap perasaanku agar rasa rindu ini terobati. Gusti, ujung Desember berat untuk aku lalui. Begitu pun, Januari dan bulan lain pasti akan tetap menitipkan gerimis hujan yang mengundang perih, dan tawa kemenaangan itu mempermainkan perasaanku yang kadang melemahkan rasa cinta yang tidak bisa terungkap kepada siapa pun. “Mengertilah,” kata mu singkat tanpa bisa aku maknai. Jiwaku meradang pada luka yang mengkarat. Aku hanya bisa mematung menyaksikan sendunya bola matamu yang indah. Lalu, bersamaan kita teteskan air mata. Seribu tanya dan penyesalan memenuhi ruang hati kita yang terlalu penuh dengan beban perasaan masing-masing. Mengapa cinta harus hadir di antara kita. Saat hatimu dimilikinya. Selamanya tidak akan lagi ada musim panas yang memberiku kehangatan. Karena sinarnya telah terenggut salju sepanjang waktu. Salju dingin dihatimu yang tetap beku, dan tetap menggengam hati dia, perempuan yang menyayangimu. Kita, melukis kisah tak sempurna diatas kanvas milik perempuan lemah yang teramat mengagumimu. Perempuan yang sempat aku kuatkan untuk terus berusaha meraih cintamu. Sekarang, dia memilikimu dan hatiku luruh memilukan. Aku tersesal dalam pojok keterasingan. Pojok yang selalu menyudutkanku merangkai luka yang lebih dalam. Masihkah aku harus mengertikan posisimu ? Aku tidak sekuat yang aku kira. ****** Senja sudah kembali pada peraduannya dan menyadari kehadiran bulan pada malam gelap. Tapi, aku masih belum sadar akan arti diriku yang selalu menyayangimu, menyayangi laki-laki yang juga punya cinta untuk perempuan itu. Lalu malam berbisik lirih penuh tanya akan keegoan yang membuncah dipikiranku. Ego yang mengorbankan kebahagian perempuan itu. Maafkan aku, jika memang masih sudih kata maaf itu pantas aku lontarkan pada hatimu yang terluka wahai perempuan lemah. Aku tak sanggup memanggilmu perempuan tegar, karena aku tahu betapa lemah dia tanpa kehadiran lelaki yang sama aku cintai. Namun, aku kembali egois dan tak mungkin aku lepaskan laki-lakiku untuk sepenuhnya dia miliki. Aku belum siap kehilangan laki-laki yang memebrikanku cerita indah tentang cinta terlarang. Sekali lagi maafkan aku perempuan lemah, karena pada akhirnya aku menyadari aku juga perempuan lemah yang tidak bisa hidup tanpanya. Aku menyadari kesalahan ini teramat menyakitkan hatimu perempuan, aku tak ingin ini terjadi. Tapi, aku tak bisa mencegah arus deras cinta yang hadir diantara kebersamaan aku dan lelakimu yang terbalut indahnya persahabatan. Huh, ingin rasanya aku menghela nafas dalam, agar rongga dadaku sedikit lega. Naamun, terlau banyak polusi cinta yang aku hirup yang justru membuat aku kehilangan makna dan arti kehadiran cinta yang membuat kita sama-sama terbelenggu dalam luka di ujung Desember. Ya, ujung Desember. Masih ingtakah ketika kita, aku, kamu dan dia duduk di bawah rindang pohon besar di sudut kampus. Disana kita bercerita tentang laki-laki kita. Saat itu, kamu paksa laki-laki itu mengungkapkan siapa yang sebenarnya dia cintai. Aku hanya pasrah dan tersudutkan. Pastilah ia hanya bilang mencintaimu, karena aku tahu posisiku hanya yang kedua. Aku sakit, namun harus aku terima. Dan lirih gemercik hujan menghanyutkan perasaanku, seiring kutinggalkan kalian berdua dalam bahagia. Aku tahu laki-laki itu juga terluka. Namun, dia harus membahagiakanmu, dan berhenti untuk tidak berlari mengejarku. Lalu segudang maaf atas semua yang terjadi terlontar dari mulut kelunya. Aku hanya tersenyum pilu, aku bahaagia meski ujung Desember memberiku perihnya luka. Dan hari-hari kita lalui penuh kehampan dan kepalsuan yang menjerat kebencian. Aku membencimu karena bahagia bersamanya, aku membenci laki-laki kita yang menitipkan dan menyemai cinta yang membuat kita sama-sama terjatuh. Dan aku membenci diriku sendiri karena terlalu bodoh memberikan seutuhnya sisa cintaku untuk laki-laki yang ternyata salah untuk aku cintai. Terlanjur, mungkin kata itu mengikat kuat rasa yang enggan aku tinggalkan. Membuat angin malam tak lagi menyentuh helain rambutku, seakan berpaling dan murka melihat keangkuhanku mempertahankan benih cinta yang subur tersiram air mata. Tumbuh subur dalam luka yang tak ingin ku akhiri tanpa sosoknya disisiku. Ada bingkisan luka juga cerita indah yang laki-laki kita berikan sebagai hadiah mengenalnya. Aku tahu dan aku pahami ini bukanlah kemaun laki-laki kita, atau keinginan kita untuk terjatuh pada lubang yang sama. Lubang yang memberikan kita celah untuk jatuh cinta. Jatuh cinta ? ya jatuh cinta yang membuat kita sengsara. Dan tak ada sedikit punkebahagiaan disana. ada saat masing-masing kita melengkungkan garis bibir kebahagian dengan senyum tulus penuh cinta. Tak sadar ada kesakitan yang teramat diantara kita yang tidak bisa memiliki seutuhnya cinta itu. Cinta yang harus terbagi, terbagi dengan kebahagianmu juga kebahagianku. Aku perempuan lemah dan kamu perempuan lemah, dan kita sama-sama lemah karena satu cinta yang salah. Salah ? okh tidak, tidak ada yang salah tapi kita tidak tepat bertemu dengan cinta kita. Pada akhirnya Desember hanya meminjamkan ruang untuk kita berluka ria. Aku ingin kita bahagia tapi sanggupkah kita berbagi dalam satu cinta, cinta laki-laki indah yang membuat kita terpesona. Dan serasa menemukan arti cinta sebenarnya. Akh, hujan diujung Desember menjadi hujan cinta yang penuh luka. 
 @aku takut bulan desember itu datang dan kembali membawakan hujan luka
 memoar 29 Desember 2011 di sudut kampus kita bercerita tentang lelaki kita :(

Tidak ada komentar:

Posting Komentar