Kamis, 06 September 2012

Cerita Tak Ber-ending


“Entahlah”!

Selalu saja kata itu yang keluar dari pikiranku. Mengepungku. Memenjarakan jiwaku. Ini gila.

Kamu tahu kenapa ?

Karena aku tidak tahu lagi harus dengan apa menggambarkan luka ini.

Perihnya menyayat-nyayat. Menari indah dibenaku,  menyiksa, sial.

Bergentayangan dan menghantui hari-hariku.

Kelam, gelap, dan tidak ada yang bisa ku pagut dari kisah ini.

Selain, luka, kecewa dan merana.

Aku hanya bisa mengutuk diriku sendiri, setelah janji tengah malam mendekati pagi itu terucap

lancang dari mulutku. Berulang kali kuucap kata janji  itu, hanya sekedar untuk membahagiakanmu

atau  membuatmu tersenyum puas dan  bernafas  lega.

“Aku janji takan pernah menghubungimu lagi. Aku janji, aku janji,” begitulah kalimat pahit yang

pernah kuucapkan untukmu. Mengingkari hati yang sudah tak berbentuk lagi. Remuk.

Dan mendadak butiran hujan turun lebat disudut mataku. Suaraku semakin tersendak. Sakit tak

tertahankan.

Terlebih kau hanya diam dan membisu diujung sana.

Hanya sesekali kata “maaf” terucap dengan riyak air matamu.

Apa yang sebenaranya kita cari? Apa yang sebenarnya kau inginkan?

Maaf, jika aku tak mampu mengerti inginmu.


****

“Lepaskan aku,”  Suaramu  membuyarkan keheningan malam yang mulai memagikan diri

Aku tertunduk lemah, sekali lagi hujan turun semakin deras bukan lagi dari sudut mataku tapi lebih

dalam pun hatiku semakin karam.

Janjiku semakin kupatri setelah kutahu inginmu.

“Aku tidak akan menggagu hidupmu lagi, tidak akan.  Pergilah sayang !”kataku  lirih nyaris  tak

bernyawa. Seolah akulah pengganggumu, tanpa di sadarai kaulah yang mulai menggangguku

hingga arus cinta itu mengalir deras dan tak dapat kita bendung lagi

Jiwaku serasa remuk redam, tak percaya kau memintaku mengakhiri rasa itu.

Jujur aku tak sanggup, tidak akan pernah sanggup.

Hatiku telah kutanam dalam pada celah hatimu.

Telah kita semai rasa itu, menyiraminya dan memupuknya dengan tawa, tangis, manis, luka dan

suka.

“Inikah akhir dari cinta terlarang ini, sayang,” gumamku nelangsa.

***

Saat-saat seperti ini aku berharap kau berlari dan memburuku.

Seperti waktu-waktu lalu.

Setelah kau ucap kata pisah, kau selalu datang kembali.

Memeluku, mengecup keningku, menyentuh lembut bibirku dan wangi desah nafasmu selalu

menenangkanku.

 Lalu, seribu janji kau ucapkan.

“Maafkan aku, aku janji takan meninggalkanmu. Aku selalu ada untukmu, disampingmu dan

Menjagamu. Aku menyayangimu, sayang,” katamu syahdu.

Ingin rasanya, kalimat itu kau ulang dan kau utarkan lagi untuku. Meluluhkan hatiku yang hampir

membeku karena lukamu.

Tak perlu kau ucapkan kata maaf, aku tak butuh itu. Karena aku selalu memaafkanmu.

Yang ku mau, hadirmu kini. Itu saja.

 Tapi, tak dapat kupaksa inginku untuk terus bersamamu.

Pergilah, tak perlu kau tengok lagi kehancuran hati dan perasaanku.

Takan pernah ku ucapkan “selamat tinggal” kepadamu.

Karena hati kecilku masih menyalakan  seberkas  cahaya akan kembalimu.

Entah Di sudut mana. Entah  diruang hampa tak terkata. Entah di desa atau dikota bahkan dinegara

tak  bernama sekali pun, aku tetap menunggu.

Dan aku pilih jalanku sendiri untuk sendiri.

***

Lalu kau bercakap pada kegamangan hatiku.

Masihkah kupercaya katamu itu.

Entahlah.

“Aku hanya ingin kita bahagia. Percayalah aku takan kembali padanya,”  katamu

“Aku pergi darimu bukan karena untuknya. Aku hanya ingin bebas dari rasa ini.

Aku hanya ingin menikmati hembusan angin tanpa sendat kepedihan.

Kepedihan dibola matamu, juga di matanya,” lanjutmu

meyakinkanku.

Suaramu tertekan, kurasa ada sesak menjalar didadamu. Membuncah tanpa ampun.

Kurasa ada lelah dibenakmu dalam menjalani dua cinta ini.

 Ada sesal menggerogoti hatimu. Juga hatiku. Atau mungkin juga hatinya.

***

“Kita masih bisa  merasakan bahagia, meski dalam jarak tak terukur sekali pun.

Ini bukanlah akhir dari segalanya serahkan saja pada  sang waktu” masih celotehmu.

Benarkah yang kau katakan, atau ini hanya sekedar lelucon tanpa guyon.

Entahlah.

Mengakhiri tapi tidak benar-benar mengakhirinya.

Mungkinkah?

Maksudmu kau hanya melenggang pergi, mencari jarak,?

Yang kutahu setelah kau putuskan pergi, aku seperti tak tahu lagi bagaimana caranya bahagia.

Sedemikian dalam kah rasaku ini untukmu.

Cinta dan kegilaan. Benar tak dapat kubedakan.

Warasku telah mengendap dalam angan, membumihanguskan logika akalku.

***

Luka itu telah meminta lebih cepat waktunya.

Kini tak perlu lagi ku tunggu  Desember untuk luka kepergianmu seperti tahun lalu.

Lalu, episode tentangmu bagai slide berebut meminta untuk diputar.

Dan dipertontonkan pada jiwaku yang merongrong, luka. Pedih kurasa. Sungguh.

***

Sepertinya cerita tentangmu, takan pernah habis untuk kutulis.

Dihatiku catatan tentangmu, bagai novel tak berending.

Bab ke bab menyimpan sejuta cerita, bahagia, sedih, luka, tawa. Dan hanya aku yang tahu itu.

Hanya aku yang rasa itu.

Maka kucukupkan saja, ceritamu malam ini.

Besok akan kulanjutkan lagi, hingga aku tak sanggup lagi untuk menulis tentangmu.


*Jumat, 17 Agustus 2012

1:34 WIB


Kupeluk wajahmu dalam bayang temaram,

Hingga sejuk embun pagi menyapaku manja  ^^____^^



 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar